Liputanjurutulis.com
Oleh Alif Alqausar
Kemajuan suatu bangsa tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonominya, tetapi juga dari kekuatan intelektual dan moral rakyatnya. Pendidikan adalah fondasi yang membangun kemakmuran, yang memberikan pengetahuan, keterampilan, dan visi yang dibutuhkan setiap individu untuk mengangkat diri mereka sendiri dan komunitas mereka.
Persoalannya, akses pada pendidikan tinggi di Indonesia masih terjadi kesenjangan. Hal tersebut tergambar dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024 lalu, APK pendidikan tinggi Indonesia hanya mencapai angka 32 persen. Artinya, baru sekitar sepertiga penduduk usia 19-23 tahun di Indonesia yang mengenyam bangku perguruan tinggi.
Angka partisipasi kasar pendidikan tinggi juga masih rendah, 39,37 persen, di bawah rata-rata global 40 persen (UNESCO, 2020). Dari 275,36 juta penduduk pada 2022, hanya 6,41 persen yang mengenyam pendidikan tinggi. Dari rata-rata 3,7 juta siswa yang lulus SMA/SMK setiap tahun, hanya 58 persen yang melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Kenyataan itu membuat partisipasi penduduk Indonesia menempuh pendidikan tinggi masih tertinggal dibandingkan negara lain. Menurut catatan Bank Dunia, pada tahun 2022, tingkat partisipasi penduduk usia kuliah di Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura dan Thailand.
Lebih lanjut, kebijakan pendidikan yang ditempuh selama ini belum membuahkan hasil yang memadai. Merujuk hasil skor program penilaian pelajar internasional (PISA), kemampuan dasar siswa Indonesia belum menanjak. Meski akses pendidikan meningkat, angka putus sekolah masih tinggi, mencapai 76.834 siswa dari tingkat sekolah dasar hingga menengah atas pada tahun ajaran 2022/2023 (BPS, 2023).
Pendidikan bukan serta-merta sarana untuk memperoleh pengetahuan; pendidikan merupakan dasar dari pemikiran kritis, inovasi, dan kemajuan berkelanjutan. Masyarakat yang berpendidikan tinggi mampu menghadapi tantangan, menawarkan solusi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Negara-negara yang memprioritaskan pendidikan—seperti Finlandia, Korea Selatan, dan Jerman— terbukti memperoleh kemajuan luar biasa dalam ekonomi dan struktur sosial mereka.
Dengan memastikan bahwa pendidikan dapat diakses oleh semua orang, negara-negara tersebut membuktian hal itu dapat mendidik generasi profesional terampil yang memberikan kontribusi berarti bagi pembangunan nasional dan global (Fadhli, 2025).
Berbagai penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan Romer (1990) juga Zhu dan Li (2016), memberikan bukti yang jelas bagaimana modal manusia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Leite (2023) juga mengamati bahwa modal manusia serta teknologi berpengaruh positif terhadap kompleksitas ekonomi.
Di Indonesia, tantangannya bukan hanya dalam menyediakan pendidikan, tetapi juga dalam memastikan kualitas dan aksesibilitasnya. Banyak siswa, terutama di daerah pedesaan, menghadapi kendala seperti fasilitas yang tidak memadai, kurangnya guru yang berkualifikasi, dan terbatasnya akses terhadap materi pembelajaran. Mengatasi masalah ini harus menjadi landasan kebijakan pemerintah, karena melalui pendidikanlah individu memperoleh kemampuan untuk mengangkat diri sendiri, memutus siklus kemiskinan dengan solusi berkelanjutan, bukan bantuan jangka pendek.
Bayangkan jika setiap anak Indonesia, terlepas dari latar belakang ekonominya, memiliki akses terhadap kualitas pendidikan yang sama dengan mereka yang bersekolah di sekolah terbaik. Bayangkan universitas yang menghasilkan lulusan yang bukan hanya pemegang gelar tetapi juga pemikir inovatif, wirausahawan, dan pemimpin yang dapat memajukan negara. Visi ini hanya dapat diwujudkan melalui kebijakan yang memprioritaskan pendidikan sebagai alat utama untuk kemajuan nasional.
Pendidikan bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, tetapi juga tentang menumbuhkan kreativitas, kemampuan beradaptasi, dan ketahanan. Dalam dunia yang berubah dengan cepat, di mana otomatisasi dan transformasi digital membentuk kembali industri, kemampuan untuk belajar dan beradaptasi menjadi lebih penting dari sebelumnya. Menyediakan pendidikan yang terjangau oleh semua kalangan akan memberdayakan individu untuk berkontribusi secara efektif kepada masyarakat, sehingga mengurangi ketergantungan pada bantuan pemerintah dalam jangka panjang.
Dengan mengalokasikan sumber daya untuk membangun insfrastruktur
sekolah, melatih guru yang kompeten, dan memodernisasi kurikulum, pemerintah
dapat menciptakan ekosistem tempat pembelajaran tidak hanya dapat diakses
tetapi juga transformatif. Hasil dari investasi ini akan jauh lebih besar
daripada upaya bantuan jangka pendek, karena individu yang berpendidikan
menghasilkan kemakmuran, menciptakan lapangan kerja, dan memberdayakan
masyarakat.
Selain itu, pendekatan yang mengutamakan pendidikan akan menumbuhkan martabat
bangsa. Ketika individu diberi perangkat untuk meraih keberhasilan berdasarkan
prestasi dan bukan berdasarkan hak istimewa ekonomi, masyarakat secara
keseluruhan menjadi lebih adil dan setara. Alih-alih hanya mengatasi gejala
kemiskinan melalui bantuan jangka pendek, pendidikan terjangkau akan memberikan
solusi berkelanjutan dengan membekali masyarakat dengan sarana untuk
memperbaiki keadaan mereka. Bangsa yang berinvestasi dalam pendidikan adalah
bangsa yang berpikir akan masa depannya—bangsa yang fondasi nya dibangun dari
pengetahuan, keterampilan, dan visi.
Jika keterbatasan budget menjadi kendala nya, investasi dalam reformasi pendidikan jangka panjang harus diutamakan. Ini juga berarti pengeluaran pemerintah untuk program makanan gratis tidak akan memengaruhi seluruh anggaran pendidikan. Efisiensi anggaran negara semestinya tidak menyentuh hal-hal krusial pendidikan untuk menjamin kualitas generasi bangsa mendatang (Prasetyo, 2025).
Kekuatan suatu bangsa tidak hanya diukur dari kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga dari kapasitasnya untuk membangun masa depan. Pendidikan menumbuhkan pemikiran kritis, inovasi, dan ketahanan—kualitas yang penting untuk mengarungi dunia yang semakin kompleks. Dengan berinvestasi dalam sistem pendidikan yang menyeluruh, Indonesia dapat menumbuhkan generasi pemimpin, wirausahawan, dan profesional terampil yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Diatas semuanya, perlu terobosan dalam membangun sistem pendidikan yang tangguh menuju Indonesia Emas. Terobosan yang menghilangkan ketimpangan akses pendidikan dapat mengakselerasi transformasi pendidikan yang digaungkan pemerintah selama ini.
Untuk itu, keberpihakan dan komitmen yang tinggi dari pemangku kepentingan pendidikan bahwa pendidikan merupakan investasi, terutama dari jajaran pemerintah, menjadi prasyarat. Hanya melalui komitmen yang kuat terhadap pendidikan, Indonesia dapat mengubah potensinya yang besar menjadi kemakmuran yang berkelanjutan.
Penulis
adalah Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
0 Komentar